Minggu, 21 Mei 2017

PERSPEKTIF TEKHNOHUMANISTIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR



Abstrak

Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni serta menjadi tuntutan baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus. Dengan demikian keluaran pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Pendidkan teknohumanistik dalam kurikulum 2013 di sekolah dasar dapat terlihat pada struktur kurikulum dalam bentuk integrasi IPTEK ke semua tema pembelajaran baik menjadi suatu media pembelajaran, sumber pembelajaran maupun alat pembelajarannya. Teknohumanistik menjadi suatu media pembelajaran, sumber pembelajaran maupun alat pembelajaran di implementasikan dalam pembelajaran yang berbasis pendekatan saintifik. Dengan demikian dalam pendidikan teknohumanistik terintegrasi ke semua tema pembelajaran serta diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa dalam pembelajaran. Misalnya pengetahuan nilai-nilai moral, nilai-nilai budaya, kemauan, tanggungjawab, kebiasaan, disiplin, keberanian dan keteguhan hati, pengambilan keputusan, dan ketekunan.

Kata Kunci      : Kurikulum 2013, Saintifik dan Teknohumanistik,

Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi kerap kali mengundang suatu problematika pendidikan. Secara aksiologis perkembangan teknologi saat ini ini bertujuan untuk kemaslahatan manusia, namun  sering disalahgunakan, sehingga timbul masalah yang dapat menyebabkan kemerosotan moral, pemahaman, dan nilai-nilai kemanusian yang dapat mengakibatkan terjadinya prilaku-prilaku negatif diluar dugaan atau prilaku yang tidak normatif seperti kekerasan pada anak, pelanggaran HAM, pelecehan seksual serta prilaku-prilaku yang fatal bagi generasi bangsa.
Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Suatu realitas yang harus kita sikapi bahwa pendidikan tidak hanya didasarkan pada penguasaan iptek saja, akan tetapi dapat dikombinasi secara terpadu dengan nilai-nilai kemanusiaan agar pendidikan itu menjadi bermakna (Natajaya dan Dantes. 2015). Pendidikan yang bermakna dalam arti dapat memberikan setiap peserta didik memperoleh iptek, keterampilan, dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai bekal mereka untuk menghadapi tantangan masa depan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum 2013 serentak di tanah air dilaksanakan berdasarkan landasan sosiologis, yaitu dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana termasuk dalam tujuan pendidikan nasional. Dewasa ini perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Perubahan ini karena berkembangnya tuntutan baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus. Hal itu dimaksudkan agar pendidikan selalu dapat menjawab tuntutan perubahan sesuai dengan jamannya. dengan demikian keluaran pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society).
Kurikulum 2013 yang Berbasis Pendidikan Karakter
Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi signifikan untu mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum 2013 yang dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrument untuk mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas yang mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab sesuai yang diharapkan dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Hilda Taba (dalam Eva, 2013)  merencanakan kurikulum sebaiknya guru berpedoman pada apa yang akan dipelajari, kepada siapa diajarkan, apa sebab diajarkan, dengan tujuan apa, dan urutan yang bagaimana. Karena itu perencanaan kurikulum bersifat dinamis, guru harus mampu melihat kebutuhan siswa sesuai dengan permasalahan yang muncul, baik segi kebutuhan individu, masyarakat, negara dan dunia. Pendidikan dengan adanya Kurikulum 2013 yang berbasis karakter memberikan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang mampu meningkatkan rasa percaya dalam diri mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Selain pendidikan karakter, keterlibatan kearifan lokal dalam pendidikan sangat diperlukan, ini bertujuan untuk kembali lebih memperkenal budaya lokal dikalangan pelajar serta pengaplikasiannya ditengah masyarakat. Budaya lokal yang dimaksud adalah budaya yang tidak bertentangan dengan salah satu agama yang berlaku di Indonesia. Untuk meningkatkan kefektifan sekolah dalam pendidikan karakter diperlukan berbagai perubahan. Perubahan dimaksud bukan hanya perubahan sekolah, tetapi perubahan terhadap lingkungan yang mempengaruhi proses dan hasil pendidikan disekolah.
Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).
Thomas Lickona adalah salah satu yang mempopulerkan konsep karakter dengan konsep “good character (karakter mulia/baik)”, dalam pandangannya Lickona, komponen-komponen karakter yang baik mencangkup sebagai berikut (dalam Dantes, 2012): moral knowing, moral feeling, dan moral action. Dalam komponen “moral knowing” (pengetahuan moral) terdapat enam aspek, yaitu (1) kesadaran moral (kesadaran hati nurani). (2) Knowing moral values (pengetahuan nilai-nilai moral), terdiri atas rasa hormat tentang kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keterbukaan, toleransi, kesopanan, disiplin diri, integritas, kebaikan, perasaan kasihan, dan keteguhan hati. (3) Perspective-taking (kemampuan untuk memberi pandangan kepada orang lain, melihat situasi seperti apa adanya, membayangkan bagaimana dia seharusnya berpikir, bereaksi, dan merasakan). (4) Moral reasoning (pertimbangan moral) adalah pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan bermoral dan mengapa kita harus bermoral. (5) Decision-making (pengambilan keputusan) adalah kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral. (6) Self-knowledge (kemampuan untuk mengenal atau memahami diri sendiri), dan hal ini paling sulit untuk dicapai, tetapi hal ini perlu untuk pengembangan moral.
            Dalam komponen ”moral feeling” (perasaan moral), terdapat enam aspek penting, yaitu (1) conscience (kata hati atau hati nurani), yang memiliki dua sisi, yakni sisi kognitif (pengetahuan tentang apa yang benar) dan sisi emosi (perasaan wajib berbuat kebenaran). (2) Self-esteem (harga diri), dan jika kita mengukur harga diri sendiri berarti menilai diri sendiri; jika menilai diri sendiri berarti merasa hormat terhadap diri sendiri. (3) Empathy (kemampuan untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain, atau seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain dan dilakukan orang lain). (4) Loving the good (cinta pada kebaikan); ini merupakan bentuk tertinggi dari karakter, termasuk menjadi tertarik dengan kebaikan yang sejati. Jika orang cinta pada kebaikan, maka mereka akan berbuat baik dan memiliki moralitas. (5) Self-control (kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri), dan berfungsi untuk mengekang kesenangan diri sendiri. (6) Humility (kerendahan hati), yaitu kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan, pada hal ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik.
            Dalam komponen ”moral action” (tindakan moral), terdapat tiga aspek penting, (1) competence (kompetensi moral), yaitu kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral dalam berperilaku moral yang efektif; (2) will (kemauan), yakni pilihan yang benar dalam situasi moral tertentu, biasanya merupakan hal yang sulit; (3) habit (kebiasaan), yakni suatu kebiasaan untuk bertindak secara baik dan benar.
Relevansi Kurikulum 2013 terhadap pembangunan pendidikan karakter terlihat pada siswa dalam mengembangkan domain sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dituangkan dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) baik tingkat SD, SMP maupun SMA/SMK yang selanjutnya di uraikan dalam Kompetensi Inti (KI) yang terdiri dari KI sikap spiritual, KI sikap sosial , KI pengetahuan dan KI keterampilan. Kompetensi inti ini menjadi payung bagi semua tema pembelajaran yang diajarkan pada jenjang sekolah tertentu. Kompetensi Inti ini selanjutnya dijabarkan di masing-masing tema pembelajaran dalam bentuk Kompetensi Dasar (KD) yang meliputi KD yang berasal dari sikap spiritual, KD yang berasal dari sikap social, KD yang berasal dari pengetahuan, dan KD dari keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswa harus mencakup KD sikap spiritual, KD sikap sosial, KD pengetahuan dan KD keterampilan sehingga kompetensi yang berkembang dalam pribadi siswa tentu menyeluruh ari semua domain sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Sejalan dengan apa yang dibahas sebelumnya yang mengatakan pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan, kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan sikap. Salah satu ciri kurikulum 2013 adalah selalaui mengaitkan antar sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam satu konteks pembelajaran. Guru menyampaikan materi dari KD yang berasal dari KI 3 yaitu unsur pengetahuan, selanjutnya dikembangkan KD yang berasal dari KI 4 yaitu unsur keterampilan, barulah di pikirkan sikap (KD yang berasal dari KI 1 dan 2) apa yang akan dikembangkan melalui KD 3 dan KD 4 itu. Dengan demikian satu proses pembelajaran berlangsung siswa akan mengembangkan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan secara bersama-sama, artinya dengan kurikulum 2013 itu akan terbangun pendidikan karakter secara otomatis karena penanaman nilai-nilai kehidupan (nilai-nilai karakter) terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran.

Pendidikan Dapat Menjawab Sebuah Tantangan Masa Depan
Kemajuan ilmu yang mendorong kemajuan teknologi telah menyebabkan adanya banyak perubahan di segala bidang kehidupan. Perubahan ada yang menguntungkan tetapi juga ada perubahan yang tidak menguntungkan. Semakin maju suatu masyarakat semakin menuntut agar warganya mempunyai pengetahuan yang memadai.  Masyarakat yang lebih maju, menuntut warganya belajar terus, belajar tanpa henti dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat bagi seseorang merupakan peluang maju yang tiada batas. Pendidikan sepanjang hayat memberikan kesempatan belajar secara wajar dan luas kepada setiap orang sesuai dengan perbedaan minat, usia, dan kebutuhan belajarnya secara belajar kelompok (group learning), dan perorangan (individual learning), melalui ragam media massa, ragam tempat belajar dan bentuk belajar (Hufad, A., dkk. 2008).
Selain pendidikan sepanjang hayat, perlu di tanamkan mengenai pengembangan soft skills pada diri yang akan membantu untuk mendapatkan suatu pendidikan yang baik. Pengembangan soft skills dapat dilakukan melalui proses pembelajaran (intrakurikuler) dan kegiatan diluar pembelajaran (ekstrakurikuler). Pengembangan soft skills melalui kurikulum dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama, melalui kegiatan pembelajaran yang secara ekplisit diintegrasikan dalam tema pembelajaran yang dituangkan dalam Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Kedua, dapat dilakukan melalui proses hidden curriculum, yaitu suatu strategi pengembangan soft skills yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik secara terintegrasi pada saat pembelajaran berlangsung (Sudiana, 2012).
Pendidikan dapat menjawab tantangan masa depan jika dalam suatu prosesnya dapat melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era globalisasi. Pendidikan harus berdasarkan lima pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together dan learning to live sustainable (Dantes, 2012). Dengan demikian, melalui pilar pendidikan ini diharapkan peserta didik tumbuh menjadi individu yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk bekal dan kelangsungan hidupnya serta kelestarian lingkungan alam tempat kehidupannya.
Perkembangan sains dan teknologi menjadi sangat penting di dalam dunia pendidikan sekarang ini dalam rangka menjawab tantangan menuju pendidikan abad ke-21. Penguasaan sains dan teknologi dari waktu ke waktu membawa dampak yang sangat besar bagi dunia pendidikan. Semakin berkembangnya sains dan teknologi, kadangkala menghasilkan suatu spesifikasi negatif baik dalam penguasaan sains dan teknologi tersebut. Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi lainnya sebagai pemberi arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Tantangan tersebut menjadi salah satu dasar pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran. Jadi kemajuan teknologi di bidang pendidikan terutama menjadikan dunia pendidikan lebih mampu mengoptimalkan berbagai potensi yang ada pada diri peserta didik.
Pada hahekatnya pendidikan yang akan menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diinginkan bisa menghadapi tantangan global, yaitu sebuah gagasan sebuah inovasi yang menstransformasikan antara sains-teknologi dan nilai-nilai keadaban yang didasarkan pada prinsip-prinsip dasar harkat kemanusiaan (Dantes, 2012).  Pendidikan Teknohumanistik ini berlandaskan pada  tiga acuan dasar pengembangan pendidikan (di Indonesia) yaitu, acuan filosofis, acuan nilai kultural, dan acuan lingkungan strategis.
Acuan filosofis, didasarkan pada abstraksi acuan hukum dan kajian empiris tentang kondisi sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis obyek forma pendidikan adalah proses pemanusiaan manusia, sehingga harus memiliki karakteristik: (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban; (b) mendukung diseminasi dan nilai keunggulan, (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan keagamaan; dan (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral, dan semua itu inheren dengan  cita-cita pembentukan masyarakat Indonesia Baru, yakni apa yang disebut dengan masyarakat madani. Acuan nilai kultural dalam penataan aspek legal. Tata nilai itu sendiri bersifat kompleks dan berjenjang mulai dari jenjang nilai ideal, nilai instrumental, sampai pada nilai operasional. Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional dan lingkungan global.
Pelaksanaan pendidikan teknohumanistik mengacu pada pendidikan karakter yang efektif, yang prinsipnya adalah sebagai berikut (Dantes, 2012): (1) pendidikan teknohumanistik hendaknya mengembangkan ”Core Ethical Values” sebagai basis dari karakter kemanusiaan yang baik; (2) karakter dan pendidikan teknohumanistik, harus didefinisikan secara komprehensif, termasuk pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam program pendidikan karakter sebagai inti pendidikan teknohumanistik yang umumnya menyentuh ranah kognitif, afektif, psikomotorik dan metakognitif mengandung makna yang lebih luas, dan akhirnya dapat menyangkut aspek perilaku dalam kehidupan moral; (3) kaitannya dengan pendidikan formal, pendidikan teknohumanistik yang efektif menuntut niat yang sungguh-sungguh, proaktif dan melakukan pendekatan komprehensif yang dapat memacu nilai-nilai inti pada semua tahap kehidupan sekolah; (4) sekolah harus menjadi ”a caring community”, sekolah itu sendiri harus menampakkan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki karakter yang baik; (5) untuk mengembangkan karakter, para peserta didik memerlukan kesempatan untuk berperilaku moral; (6) pendidikan teknohumanistik yang efektif harus melibatkan kurikulum akademik yang menantang dan bermakna, yang memperhatikan semua peserta didik dan membantunya untuk mencapai hasil belajar; (7) pendidikan teknohumanistik hendaknya berupaya untuk mengembangkan motivasi instrinsik para peserta didik; (8) staf sekolah (kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai) harus menjadi masyarakat belajar dan bermoral dalam mana semua bagian bertanggung jawab pada pendidikan karakter dan pendidikan yang berbasis nilai-nilai luhur kemanusiaan dan berusaha untuk mengikuti dengan setia nilai-nilai inti yang sama, yang dapat membimbing dan dipedomani oleh para peserta didik; (9) pendidikan teknohumanistik meminta kepemimpinan moral dari staf dan para peserta didik; (10) sekolah mesti melibatkan orang tua dan anggota-anggota masyarakat sebagai partner penuh dalam upaya pembentukan dan pengembangan nilai-nilai tentang harkat kemanusiaan peserta didik; dan penilaian pada pendidikan teknohumanistik hendaknya mengukur komitmen dan kondisi sekolah, berfungsinya staf sekolah sebagai pendidik-pendidik teknohumanistik dan diperluas pada penampilan karakter yang baik pada para peserta didik.
Pendidikan teknohumanistik seyogyanya dapat dilakukan secara komprehensif di sekolah-sekolah dalam suatu proses pembelajaran, karena pendidikan teknohumanitik terdapat tiga tujuan yaitu penguasaan iptek, kebijakan dan kebaikan (Natajaya dan Dantes, 2015). Pendidikan teknohumanistik diharapkan mampu mengembangkan Iptek dalam dunia pendidikan sebagai suatu perspektif pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai karakter terutama memacu nilai-nilai inti (core ethical values)  bagi siswa sekolah dasar dalam halnya pendidikan teknohumanistik yang berbasis karakter.

Pendidikan Tekhnohumanistik dalam Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar
Pendidikan Teknohumanistik yang telah diuraikan diatas, hendaknya mengembangkan dan menjadikan karakter sebagai basis dari pendidikan itu sendiri. Mengacu pada prinsip-prinsip pendidikan teknohumanistik yang gagas oleh Nyoman Dantes, mengharapkan Pendidikan Teknohumanistik sebagai suatu model trobosan menuju pendidikan masa depan yang dapat mencapai tujuan pendidikan nasional secara utuh dan mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan teknohumanistik ini bisa dilaksanakan secara komprehensif dalam penerapan kurikulum 2013, terutama dalam kurikulum 2013 di Sekolah dasar. Internalisasi pendidikan karakter sebagai inti Pendidikan Teknohumanistik harus menyentuh ranah kognitif, afektif, psikomotor dan metakognitif mengandung makna yang lebih luas, dan akhirnya dapat menyangkut aspek prilaku dalam kehidupan moral. Kaitanya dengan pendidikan formal,  Pendidikan Teknohumanistik yang efektif menuntut niat yang sungguh-sungguh, proaktif dan melakukan pendekatan komprehensif yang dapat memacu nilai-nilai inti (core ethical values) pada semua tahap kehidupan sekolah.
Jika dilihat dari kurikulum 2013, secara umum kurikulum ini menginginkan adanya perspektif global di dalam suatu proses pembelajaran. Terlebih adanya tuntutan masyarakat duni dalam berbagai bidang yang menuntut solusi yang tepat dari bidang pendidikan yang pada akhirnya Teknohumanistik ini yang notabene transformasi IPTEK yang humanis dijadikan suatu pilar karena memiliki kontribusi yang sangat besar bagi perspektif global.
Pada kurikulum 2013, pendidikan nasional di desain sebagai upaya mewujudkan generasi bangsa yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, bertanggung jawab serta membentuk pribadi yang menguasai IPTEK, berbudaya, berwawasan kemanusian dan kebangsaan yang peduli lingkungan. Struktur kurikulum 2013 di sekolah dasar, IPTEK itu tidak menjadi salah satu tema pembelajaran yang berdiri sendiri, berkenaan dengan penerapan kurikulum 2013, IPTEK diintegrasikan pada semua tema pembelajaran. Artinya, meskipun tidak dicantumkan secara langsung, namun dalam bentuk keterampilan menggunakan peralatan IPTEK untuk kelancaran proses pembelajaran. Seperti penggunaan media pembelajaran, alat pembelajaran, dll.
Pendidikan Teknohumanistik yang telah diuraikan bahwa prinsip pendidikan teknohumanistik yang efektif harus melibatkan kurikulum akademik yang menantang dan bermakna, yang memperhatikan semua peserta didik dan membantunya untuk mencapai hasil belajar. Menantang dan bermakna yang dimaksud, dalam sistem pembelajarannya dipakai pendekatan active learning yang mendorong siswa untuk mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jejaring (networking), dan mencari tahu (Discovery).
Sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam kurikulum 2013, implementasi kurikulum  2013 berbasis pendekatan saintifik. Pendekatan Saintifik dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah dalam menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan teori Dyer (dalam Abdullah, 2015), pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajaran yang memiliki komponen proses pembelajaran antara lain; 1) mengamati; 2) menanya; 3) mencoba/mengumpulkan informasi; 4) menalar/asosiasi, dan membentuk jaringan (melakukan komunikasi).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik, ranah sikap mencangkup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan mencangkup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”. Sedangkan ranah pengetahuan mencangkup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”. Permendikbud No.67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah menjelaskan bahwa Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.  Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1) Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; 2) Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;  3) Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Dengan demikian persepektif teknohumanistik dalam kurikulum 2013 di sekolah dasar, muncul dan terintegrasi dalam semua tema pembelajaran, baik dalam penggunaan media pembelajaran, sumber pembelajaran maupun peralatan teknologi. Selain itu dalam pendidikan teknohumanistik yang efektif harus melibatkan kurikulum akademik yang menantang dan bermakna, hal itu di internalisasi ke dalam kurikulum 2013 berbasis pendekatan saintifik. Sehingga dalam pendidikan teknohumanistik dapat menumbuhkan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa dalam pembelajaran. Misalnya pengetahuan nilai-nilai moral, nilai-nilai budaya, kemauan, tanggungjawab, kebiasaan, disiplin, keberanian dan keteguhan hati, pengambilan keputusan, ketekunan, dll.

Kesimpulan
            Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta menjadi tuntutan baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus. Dengan demikian keluaran pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Relevansi Kurikulum 2013 terhadap pembangunan pendidikan karakter terlihat pada siswa dalam mengembangkan domain sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dituangkan dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) selanjutnya di uraikan dalam Kompetensi Inti (KI) yang terdiri dari KI sikap spiritual, KI sikap sosial , KI pengetahuan dan KI keterampilan. Dengan demikian kurikulum 2013 itu akan terbangun pendidikan karakter secara otomatis karena penanaman nilai-nilai kehidupan (nilai-nilai karakter) terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran.
Pada hahekatnya pendidikan yang akan menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diinginkan bisa menghadapi tantangan global. Seiring dengan perkembangan sains dan teknologi yang semakin pesat, dengan adanya gagasan pendidikan teknohumanistik dapat menjawab tantangan masa depan. Dengan adanya pendidikan teknohumanitik diharapkan mampu mengembangkan Iptek dalam dunia pendidikan sebagai suatu perspektif pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai karakter terutama memacu nilai-nilai inti (core ethical values) bagi siswa sekolah dasar dalam halnya pendidikan teknohumanistik yang berbasis karakter.
Perspektif pendidikan teknohumanistik dalam kurikulum 2013 di sekolah dasar terdapat pada struktur kurikulum dalam bentuk integrasi IPTEK ke semua tema pembelajaran baik menjadi suatu media pembelajaran, sumber pembelajaran maupun alat pembelajarannya. Teknohumanistik menjadi suatu media pembelajaran, sumber pembelajaran maupun alat pembelajaran di implementasikan dalam pembelajaran yang berbasis pendekatan saintifik. Dengan demikian dalam pendidikan teknohumanistik diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa dalam pembelajaran. Misalnya pengetahuan nilai-nilai moral, nilai-nilai budaya, kemauan, tanggungjawab, kebiasaan, disiplin, keberanian dan keteguhan hati, pengambilan keputusan, dan ketekunan.

Daftar Pustaka
Abdullah, R. S. (2015). Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dantes, N. (2012). Techno-humanistic-based Charecter Education (A. Series of Perspektives and Education Policies for Meeting Global Challages: The Asian Conference on Education 2012 Official Conference Proceedings. Osaka, Japan: The Internasional Academic Forum.

Eva, M. M. (2013). Kurikulum yang Berkarakter. JUPIIS Volume 5 Nomor 2, Desember 2013.

Hufad, A., Jhoni, R. P., & Sardien, S. (2010). Studi Tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia: Seminar Internasional Pendidikan Luar Sekolah di Bandung Tanggal 29 November 2010. Bandung: Prodi PLS-SPS UPI.

Natajaya, I. N. dan N. Dantes. 2015. Perancangan Model Transformasii Pendidikan Teknohumanistik yang terintegrasikan dengan Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol 4, No. 1, 599-611.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 Tentang tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 Tentang tentang  Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Sudiana, I. K. (2012). Upaya Pengembangan Soft Skills Melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Untuk Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa  Pada Pembelajaran Kimia Dasar. Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 1, No. 2, Oktober  2012.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional